Senin, 21 Desember 2015

Bang Somad

Dengan berbekal keyakinan Bang Somad menuju kali angke. Tujuannya adalah untuk memperdalam ilmu kanuragan yang di ajarkan oleh Ki Sambrun sebagai guru besarnya. Di perintahkan oleh sang guru, harus berendam di kali angke selama sehari semalam.

Sesampainya di tepi kali Angke, Bang Somad memandang jauh ke hulu kali itu. Airnya tampak tenang, bahkan bisa di bilang bersih dari limbah dan kotoran sampah, maklum kali Angke adalah kali yang berjuluk "Tidak mau banjir jangan buang sampah dimari"

Bang Somad membuka bajunya. Hanya celana nantung yang ia kenakan. Badannya terlihat kekar, wajahnya berwibawa tapi yang membuat Bang Somad seperti orang culun adalah; Kumisnya yang separuh tebal dan separuhnya tipis, maklum Bang Somad suka iseng kalau sedang ngelamun sambil nyabutin bulu kumis.



Dengan hati-hati Bang Somad mulai turun ke air. Rasanya dingin mencucuk mata kaki. Namun tidak mengurungkan niat Bang Somad untuk melakukan persemedian di kali itu.
Baru saja Bang Somad mau memejamkan mata, tiba-tiba kotoran manusia lewat di hadapannya. Karena Bang Somad dalam posisi melawan arus, sudah tentu kotoran manusia itu akan menabrak mulutnya. Sedangkan perjanjian dalam pertapaan itu, di larang bergerak biar bagaimana pun.

Sambil menarik nafas dalam-dalam Bang Somad mengumpukan kekuatan tiupannya agar benda kuning itu terhindar dan tidak menabrak bibirnya.

123

"Khuuf ... Khuuf .. Khuf ...

Plok

Naas Bang Somad gagal dalam tiupannya. Ia pun harus nerima takdirnya di cium tahi manusia. "Abreep ..., abreeb, ....Uh, sompret banget," rutuk Bang Somad. 

Tapi apa dikata sudah ujian buat Bang Somad dalam menjalankan semedinya di kali angke, konon kali angeke adalah kali yang paling banyak makhluk astralnya. Juga dedemit belegedekan yang selalu menggoda masyarakat setempat.

***

Senja hampir datang, ufuk barat hampir meredup, berarti tingal 6 jam lagi Bang Somad mengakhiri semedinya. Suara gemuruh air melabrak tubuhnya. Tapi Bang Somad tetap terpaku di dalam air. Hanya kepalanya saja yang terlihat.

Tiba-tiba seorang wanita datang dari sebelah timur. Wanita itu hanya mengenakan handuk yang melilit tubuhnya. Entah mau apa wanita ini. Tak lama kemudian, wanita itu membelakangi Bang Somad. Walaupun matanya terpejam, tapi sedikit melirik tidak apa-apalah.

Di dalam hati Bang Somad sempat bergumam. "Ini adalah godaan ku yang paling berat. Walupun seberat ujian dalam menjalankan semedi, tapi kalau soal cewek, agak sedikit tergoda juga!" batin Bang Somad.

Benar saja, baru bergumam begitu didalam hati. Saat itu juga, wanita itu mengangkat handuknya sehingga terlihat bokongnya yang putih. Tapi apa yang terjadi. Ketika wanita itu membokongi Bang Somad lalu ia menongkrong, detik itu juga, "Prepeet ...!"

Kotoran berwarna kuning keluar dari bokongnya. Sontak Bang Somad mengumpat. "Kutu bunting, sial gue!"
Untung Bang Somad lagi semedi, seandainya tidak, mungkin akan di semprot bahkan di timpuk. 

Tetapi Bang Somad tetap bersabar menunggu waktu yang hanya 6 jam lagi.
Setelah beberapa menit wanita itu memainkan air lalu disiramkan kebokongnya. Dan tak lama kemudian ia pun pergi berlalu meninggalkan kenangan buat Bang Somad.

Jam sudah menunjukan pukul 23.00, berarti tinggal sejam lagi Bang Somad menyelesaikan tugasnya sebagai seorang murid dari Ki Sambrun, pendekar paling disegani 8 penjuru mata angin di batavia.

Suara jangkrik menghiasi malam. Tampak bulan separoh dan bintang berjejer membuat pandangan malam itu indah. Di saat Bang Somad memejamkan mata namun melekatkan pendengaran, suara lelaki paruh baya menggema diantara suara gemuruh air kali angke.

Suara itu tidak asing bagi Bang Somad, suara itu adalah Ki Sambrun.
"Somaaad ... Naiklah!" suruhnya. "Sudah waktunya loe naik kedarat. Dan siap menerima ajian yang aku turunkan sama loe Somad."

Mendengar perintah itu, Bang Somad pun naik kedarat. Badannya tiba-tiba menggigil, padahal ketika ia berada didalam air, rasa dingin itu tidak terlalu mencucuk, namun ketika ia berada di darat, dingin pun datang menjalar keseluruh tubuhnya.

Brrr ... Brrr ...

"Ssst ... dingiin ..." kata Bang Somad sambil menyilangkan tangan di dada.

Lalu dari arah timur keluar sinar terang menyilaukan mata menuju kearah Bang Somad yang sedang menggigil kedinginan. "Buset dah! Apaan tuh?" sentaknya sedikit kecut hati. "Hantu apa, apa sih?!"

Tapi tak berapa lama sinar kuning itu berhenti didepannya. "Jreeng," Jelaslah yang datang sang guru Ki Sambrun. "Syukur lah!" katanya.

"Kenapa guru?" Bang Somad bertaya.

"Tadi pas gue kemari dengan ilmu meringankan tubuh, saking cepatnya gue berlari, gak tau kalau didepan ada pohon pisang. Duh kepala gue jadi pusing mad!" ujar panjang Ki Sambrun.

"Terus kenapa pusing?" tanya Bang Somad kembali.

"Ya itu, nabrak pohon pisang, untung pohon pisang coba kalau pohon kelapa, bisa bengeb kepala gue Mad!"

"Hua ... hahahaha ...!" Bang Somad tertawa gelak-gelak.

Plok ...

"Sompret loe Mad nawain guru loe sendiri!" umpat Ki Sambrun, namun sebelum itu, tamparan melayang di pipi Bang Somad.

Adaw!

"Maaf guru becanda!" kata Bang Somad menyeringai.

"Dengerin Mad, sekarang tuh, loe dah jadi murid gue nyang paling gue sayangin," ujar sang guru, "ilmu kanuragan yang gue punya, sekarang nih, turun ke loe, nah jage tuh elmu buat membela yang benar dan yang lemah. Loe tuh Mad, bakal di hormati dan di segenin sama orang-orang nyang baik maupun nyang jahat."

"Terima kasih guru!" kata Bang Somad tawadhu.

Sekarang loe pegang nih jimat. Ini jimat loe kalungin di leher loe, jangan sampe ilang. Jimat itu anti bacok Mad, juge anti tembak, kecuali pakai peluru emas. Ingat itu Mad!"

"Baik guru. Akan saya jalankan pesan guru."

"Satu lagi Mad pesan gue!" sambung Ki Sambrun.

"Apa itu guru?!"

"Loe kan aslinya mata keranjang nih. Nah tuh adalah godaan yang amat berat buat loe menjaga nih ilmu. Loe jangan sampe kerayu yang namanya wanite. Karena loe tuh ilmu putih Mad. Jadi jangan sampe loe buat berzineh ye!"

"Ya guru, akan Somad ingat itu!"

Lalu Ki Sambrun alias gurunya Bang Somad memberikan sebuah benda kotak yang sudah diikat dengan seutas tali. Benda itu berupa jimat yang sudah menjadi kalung untuk digunakan oleh Bang Somad di lehernya.

"Terima kasih guru!" ujar Bang Somad setelah menerima kalung itu lalu diikatkan di lehernya.

"Baiklah!" kata sang Guru sambil menepak bahu Bang Somad. "aye pergi dulu Mad!" izin Ki Sambrun lalu sekejab mata ia sudah hilang dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh.

"Buset dah! Hebat juga tuh akik-akik!" celetuk Bang Somad.

***

Senja itu sangat ramai di pasar jatinegara. Tak biasanya warga masyarakat berbondong-bondong memborong dagangan. Tentu sebagian pedagang yang terjual dengan cepat dagangannya sangat senang. Kecuali Bang Nurdin, tampak lesuh diraut wajahnya. "Duh! Hari ini kenapa daganganku jarang pembeli yah?!" kesahnya, seraya mengusap keringat di batang leher.

"Yah namanya juga dagang Bang!" tiba-tiba ada berkata begitu. "Sabar aja, rezeki gak bakal ketuker ini Bang!"

"Iya sih ..." sambang Bang Nurdin.

Dari kejauhan terlihat dua orang laki-laki dengan perawakan garang mereka memakai baju serba hitam sedang mengadu mulut dengan seorang pedagang. Bang Nurdin bertanya pada pedagang disebelahnya.

"Siapa itu Bang?!"

"Biasa preman pasar. Paling minta jatah!"

Di hati Bang Nurdin menciut. Bahaya kalau dia meminta jatah padanya. Sedangkan dia belum mendapatkan sepeserpun. Benar saja baru membatin begitu dua lelaki itu menghampirinya. Salah satu lelaki itu berbadan gemuk dan bermuka penuh bopeng dan lelaki satunya berbadan kurus, wajah tirus dan di pipi kanan tergores bekas luka. Sambil menatap Bang Nurdin lelaki yang berbadan gemuk berkata.

"Eh, loe sepertinya pedagang baru disini!"

"Bang Nurdin menjawab, "Iya Bang, baru hari ini!"

"Oh gitu! Ya udah uang keamanan!" kata lelaki itu sambil menadahkan tangan.

"Waah ... maaf Bang, aye belum dapat sepeser pun!" ujar Bang Nurdin.

"Ah ... aye gak perduli!" sentak lelaki garang itu, "pokoknya siape yang dagang dimari harus ada uang keamanannye. Ngerti gak loe!!"

"Aye ngerti Bang! Tapi untuk hari ini aye belum bisa ngasih, belom dapat penglaris Bang!" seru Bang Nurdin, "bagaimana kalau besok aye kasih dobel."

"Ahh ... gak bisa! Kalau besok loe dagang, kalau enggak!" kata lelaki garang itu, "kalau gak ada uang keamanan , sana jangan dagang dimari!" Lelaki itu menendang dagangan Bang Nurdin perlahan.

"Tanggung Bang, nanti juga aye pulang. Nih juga hari dah mau magrib!" ujar Bang Nurdin memaksa.

"Gak bisa sekarang juga, loe angkat nih dagangan loe, sebelum gue acak-acak!"

Rasa marah di rasakan Bang nurdin. Darahnya naik. Perduli setan dagangan lagi sepi ada orang ngajakin berkelahi, akan di jabanin. Mungkin berkata seperti itu apa yang dirasa Bang Nurdin. Lalu Bang Nurdin berkata menantang.

"Terus maunya Abang apa?!"

Lelaki garang itu tersentak, "Buset dah berani ngejawab loe!"

Melihat lelaki garang hitam marah, Bang Nurdin memasang kuda-kuda bersiap jika ada serangan. Benar saja, lelaki garang itu menendang dagangan Bang Nurdin. 'Braak ..' sompret loe ye!"

Buukk ...

Habis menendang dagangan Bang Nurdin, tiba-tiba lelaki itu memukul ke depan tepat kewajah Bang Nurdin. "Cari mampus loe!" hardiknya.

Bang Nurdin yang sudah siap mengelak kesamping sehingga pukulan lelaki garang itu mengenai angin kosong. Sedangkan lelaki berbadan kurus melihat rekannya berkelahi, juga tak ambil diam. Ia segera melayangkan tendangan ke pinggang Bang Nurdin. Buuk ..

Rasa sakit dirasakan Bang Nurdin, sambil memegang pinggangnya yang sakit akibat terkena tendangan, Bang Nurdin berkata keras, "Woe beraninya jangan main keroyokan dong!"

Namanya centeng atau preman gak perduli apa yang dikatakan lawannya. Lelaki berbadan kurus itu terus melakukan penyerangan, sehingga membuat Bang Nurdin kalang kabut juga di keroyok dua orang.

Sebisa mungkin Bang Nurdin bertahan untuk menangkis serangan kedua lelaki preman itu. Beberapa pukulan berhasil di tangkisnya, dan pukulan pun sempat dilayangkan. Tetapi kedua lelaki ini sangat kuat sehingga serangan Bang Nurdin hanya sebatas angin kosong tidak pengaruh apa-apa.

Buk ..

Pukulan keras mendarat kehidung Bang Nurdin. Tak lama kemudian darah mengucur dari rongga hidung Bang Nurdin. Seraya memegang hidungnya sambil meringis kesakitan. Belum saja berdiam sejenak, tiba-tiba lelaki berbadan gemuk menghantam belakang kepalanya. Bang Nurdin pun jatuh tersungkur tak sadarkan diri.

"Waduh modar Bang!" kata lelaki berbadan kurus.

Di lihat wajahnya memang benar tidak ada dengusan nafas. Lelaki berbadan gemuk pun sempat ciut hatinya kalau ia memang membuat orang ini mati.

"Gawat! Gimana nih kalau sampai modar!" katanya.

"Laah, Abang sih terlalu kencang mukulnya!"

"Iya Cup, tadi gue gak sadar mukul kepalanye!" Lelaki yang disebut Cup itu, namanya panjangnya Ucup.

"Trus gimana Bang!" kata Ucup berseru.

"Mau gak mau kita kabur!" jawab Lelaki berbadan gemuk sambil bengkit berdiri untuk meninggalkan TKP.

Namun sebelum melangkah tiga kali, tiba-tiba seorang lelaki dengan kumis jarang sebelah itu mencekal pundak kiri. "Eh-mau kemana loe," Lelaki itu berkata ialah Bang Somad.

Lelaki serba pakai baju hitam itu menoleh kepadanya. "Eh-siapa Abang ini!" Sambil menepak tangan Bang Somad.

Bang Somad menyeringai lalu berkata kembali. "Lihat tuh Orang," sembari menunjuk kearah Bang Nurdin yang tergeletak tak sadarkan diri. "Jangan sok jadi centeng pasar yah! Semua ini sudah di atur pemerintah tahu!"

Merasa di tantangin, juga malu didepan anak buahnya, lelaki berbadan gemuk itu menyeringai. "Eh-loe dah merasa jagoan-ah!"

Lelaki itu langsung mengulurkan jotosan kearah muka Bang Somad, tapi kasip Bang Somad sudah bisa membaca gerakan lelaki itu, ia mengelak kekiri dan menghujamkan pukulan tepat mengenai lambung.

Ngeek ..

Lelaki berpakaian hitam itu beringsut kebelakang. Lantas kembali melakukan kuda-kuda untuk membalas serangan. Jurus bango tontong dikuarkan. Seperti seekor bango mencari ikan di sawah, lelaki itu melompat cepat dengan pukulan bango kelaparan.

Bang Somad tidak kehilangan gaya, dia mundur kebelakang untuk menghindari jurus bango kelaparan. Saat itu juga jotosan Bang Somad melayang di kepala lelaki itu. Sayang jotosan Bang Somad bisa dihindari. Dengan lihaynya lelaki itu kembali menunjukan taringnya dengan menendang sambil bersalto.

Khuf ..

Bukk..

Bang Somad menangkis dengan tangan kanannya lalu menyepak kekiri kaki lelaki itu. Ia segera mengamgkat kakinya, maka sepakan Bang Somad meleset. Kesempatan lelaki itu untuk menendang kearah wajah Bang Somad.

Bukk ..

Kembali Bamg Somad menangkis dengan tangannya. Lantas Bang Somad menginjak lutut lelaki itu sebagai centeng pasar ketika kakinya menyentuh tanah. "Adaw ..." teriaknya ketika tendangan Bang Somad mengenai tulang keringnya. Karena sudah kepepet lelaki gemuk itu segera memerintahkan Ucup sebagai anak buahnya untuk berkelahi membantunya.

""Eh-jangan diam aja loe, kaya ayam makan karet gelang, maju!"

Segera lelaki berbadan kurus bernama Ucup sebagai anak buahnya maju kemuka ikut mengeroyok. Pertarungan pun semakin sengit. Bang Somad tidak gentar di kroyok dua orang bahkan sepuluh orang sekaliguspun.

Kerumunan orang-orang yang menyaksikan ketar-ketir hatinya. Takut terjadi korban kedua pihak.

Sementara itu Bang Nurdin sudah mulai siuman. Ia melirik keatas banyak orang mengelilinginya. Ia beranjak bangun lalu berucap. "Eh-gue lagi ngapain ya tadi. Mana dagangan gue?!"

Lalu ada orang yang menjawab. "Abang pingsan tadi!"

Memang benar apa yang dikatakan orang itu. Bang Nurdin terasa sakit di belakang kepalanya. "Dagangan gue kemana.?" ucap Bang Nurdin nanar mencari dagangannya.

"Tuh!" kata orang itu sambil menunjuk ke arah dagangan Bang Nurdin.

"Buset dah, dagangan gue bisa berantakan gitu?!" sontak Bang Nurdin, "siapa yang berani ngacak-ngacak dagangan gue?!"

Rupanya Bang Nurdin lupa kalau dia habis berkelahi dengan dua centeng pasar. Lalu lelaki disebelahnya menunjuk kearah tiga orang yang sedang mengadu jurus silat. "Noh Bang! Dua orang onoh yan pakai baju hitam yang ngacak-ngacak dagangan Abang!"

Setelah melihat dua orang yang mengenakan baju serba hitam, barulah Bang Nurdin ingat kembali, lalu bertanya, "Itu yang pakai baju merah siapa?

"Yang pakai Baju Merah aye gak tau Bang, tapi seingat aye orang itu bernama Bang Somad anak Haji. Adung kampung Babakan." ujar lelaki sebelah Bang Nurdin.

"Wah sepertinye orang itu jago silat?!"

"Benar Bang! Lihat dua jawara itu keteter ngadepinnya.
Memang benar Bang Somad berhasil mebekuk kedua jawara itu. Salah satu jawara berbadan gemuk sudah terpiting sehingga tidak bisa bergerak karena kaki Bang Somad menghimpitnya.

"Ampun Bang ... Aye ngaku kalah!" kata jawara itu.

Sedangkan jawara berbadan kurus bernama Ucup menyatukan telapak tangannya lali mengoyangkan didepan dada sambil memohon ampun. "Ampun Bang! Bos aye aja kalah apa lagi aye yang belom seberape ilmunya!"

"Baiklah, loe-loe pada gue lepasin, tapi inget yee, jangan memeras kaum yang lemah. Kalau emag loe-loe pada merasa jagoan lebih baik ilmu loe itu di gunakan untuk membela yang benar dan membasmi kejahatan termasuk korupsi didalamnya."

"Baik Bang aye inget itu. Ampunin aye Bang!" Kedua lelaki itu kurus mengiba minta di lepaskan pitingan Bang Somad. Bang Somad pun segera melepaskanya.
Setelah di lepas lelaki itu pun berdiri, sontak Bang Somad menendang bokongnya. "Dah sana pergi!"

Kedua jawara itu pun berlari kecil dengan membawa malu. Sedangkan Bang Somad terus berpamitan kepada warga yang sedang berkerumun. Bang Nurdin pun mengucapkan terima kasih kepada Bang Somad juga pedagang lainnya.

1 komentar:

  1. Karna Di ERTIGAPOKER Sedang ada HOT PROMO loh!
    Bonus Deposit Member Baru 100.000
    Bonus Deposit 5% (klaim 1 kali / hari)
    Bonus Referral 15% (berlaku untuk selamanya
    Bonus Deposit Go-Pay 10% tanpa batas
    Bonus Deposit Pulsa 10.000 minimal deposit 200.000
    Rollingan Mingguan 0.5% (setiap hari Kamis

    ERTIGA POKER
    ERTIGA
    POKER ONLINE INDONESIA
    POKER ONLINE TERPERCAYA
    BANDAR POKER
    BANDAR POKER ONLINE
    BANDAR POKER TERBESAR
    SITUS POKER ONLINE
    POKER ONLINE


    ceritahiburandewasa

    MULUSNYA BODY ATASANKU TANTE SISKA
    KENIKMATAN BERCINTA DENGAN ISTRI TETANGGA
    CERITA SEX TERBARU JANDA MASIH HOT

    BalasHapus